Stunting

Stunting - Gejala, Penyebab dan Pengobatan

Apa Itu Stunting?

Menurut WHO (World Health Organization) stunting adalah gangguan pertumbuhan akibat infeksi berulang dan kekurangan gizi kronis. Kondisi ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar. Secara medis, stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah kurva pertumbuhan yang seharusnya.

Ada sederet faktor yang bisa meningkatkan risiko stunting, yang paling sering adalah tidak terpenuhinya asupan gizi dalam jangka panjang. Tak sedikit orang yang menganggap anak yang bertubuh pendek disebabkan karena faktor genetik. Pada kenyataannya, genetika hanya menyumbang sebagian kecil untuk kondisi kesehatan anak.

Meski begitu, anak yang bertubuh pendek belum tentu mengalami stunting. Itu sebabnya, para orang tua perlu mengetahui ciri anak stunting dan yang tidak.

Penyebab Stunting

Penyebab stunting yang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, terutama pada dua taun pertama kehidupan adalah kekurangan gizi kronis, terutama kekurangan gizi dalam jangka waktu yang panjang. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stunting antara lain:

1. Ibu hamil kekurangan asupan gizi

Melansir dari WHO (World Health Organization), sekitar 20 persen stunting sudah terjadi saat bayi berada dalam kandungan. Pemicunya adalah asupan gizi yang tidak memadai.

Kurangnya asupan gizi ini bisa membuat ibu hamil mengalami anemia defisiensi zat besi. Akibatnya, kondisi ini bisa menghambat pertumbuhan janin.

2. Pola makan tidak seimbang

Pola makan yang tidak seimbang, seperti kurangnya konsumsi sayuran, buah-buahan, dan sumber protein, dapat menyebabkan anak kekurangan nutrisi penting untuk mencapai pertumbuhan optimal. 

3. Perawatan yang tidak memadai usai melahirkan

Bukan hanya bayinya saja, ibu juga butuh perawatan yang memadai pasca melahirkan. Tujuannya agar ibu bisa memberikan ASI yang memadai untuk Si Kecil. Ingat, ASI sangat penting untuk 1.000 hari pertama bayi karena bisa memperkuat imunitasnya. 

Kurangnya perawatan pasca melahirkan bisa membuat ibu kelelahan kronis, mengalami sindrom baby blues bahkan depresi pasca melahirkan. 

4. Gizi anak yang tidak terpenuhi

Anak perlu mendapatkan nutrisi yang cukup pada 2 tahun pertama kehidupannya. Sebab, kurangnya asupan nutrisi seperti protein, zinc (seng) dan zat besi menjadi faktor utama penyebab terhambatnya pertumbuhan fisik anak.

Tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi anak biasanya disebabkan oleh posisi menyusui yang tidak tepat, tidak mendapatkan ASI eksklusif, pola makan yang buruk hingga makanan pendamping ASI yang kurang berkualitas.

5. Pola asuh orang tua

Pola asuh nyatanya sangat berperan dalam tumbuh kembang anak. Nah, pola asuh yang kurang efektif bahkan bisa melatarbelakangi terjadinya stunting. Pasalnya, hal ini berkaitan erat dengan praktik pemberian makanan kepada anak. Ketika orang tua tidak memperhatikan asupan gizi yang Si Kecil butuhkan, risiko stunting tidak bisa kamu hindari. 

6. Infeksi berulang

Anak yang memiliki imunitas lemah cenderung mudah sakit. Nah, infeksi yang berulang-ulang ini lambat laun bisa menghambat proses pertumbuhannya hingga berujung stunting. 

7. Sanitasi yang kurang baik

Keterbatasan akses untuk air bersih ternyata juga berperan dalam risiko stunting. Pasalnya, anak yang tumbuh lingkungan dengan sanitasi dan kondisi air yang tidak layak cenderung mudah terkena penyakit.

Ditambah lagi rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Pada akhirnya, infeksi berulang yang tidak tertangani ini bisa menghambat pertumbuhannya sampai berujung stunting.

8. Kurangnya akses ke layanan kesehatan

Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan yang memadai, termasuk pemeriksaan rutin, imunisasi, dan perawatan kesehatan anak, dapat menghambat deteksi dan penanganan dini terhadap masalah pertumbuhan anak. 

9. Kehamilan tidak sehat

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi dalam kandungan mengalami pertumbuhan yang terhambat sejak dalam kandungan. Bayi yang lahir dengan berat rendah atau tidak optimal, berisiko lebih tinggi untuk mengalami stunting.

10. Pemberian ASI yang tidak eksklusif 

ASI memiliki kandungan nutrisi yang k dan penting untuk pertumbuhan optimal. Terkadang, pada beberapa situasi, tidak cukupnya asupan ASI dalam periode enam bulan pertama kehidupan dapat menyebabkan kekurangan nutrisi pada bayi.

11. Kurangnya edukasi terhadap masalah gizi

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang gizi yang baik dan penting dalam pertumbuhan anak, dapat menyebabkan praktik makan yang tidak sehat dan tidak memadai. Kondisi inilah yang bisa menyebabkan pada stunting anak.

12. Bayi terlahir dengan berat badan kurang

Selain menjadi salah satu penyebab utama kematian pada masa neonatal, bayi yang terlahir dengan berat badan rendah (> 2500 gram) berisiko mengalami stunting. Ini terjadi karena bayi belum memiliki saluran pencernaan yang sempurna. Akibatnya, kurang maksimal dalam menyerap lemak dan protein dalam makanan yang dikonsumsinya.

13. Mengidap penyakit jantung bawaan

Anak dengan kondisi ini sulit menelan makanan. Selain itu juga ini berkaitan dengan fungsi jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh. Padahal, darah berperan dalam membawa nutrisi ke seluruh tubuh. Kegagalan jantung memompa darah keseluruh tubuh dapat menghambat distribusi nutrisi.

Faktor Risiko Stunting

Apa saja faktor penyebab terjadinya stunting? Adapun beberapa kondisi orang tua yang meningkatkan risiko stunting pada anak, termasuk:

  • Intrauterine growth restriction (IUGR), yaitu terhambatnya pertumbuhan janin di dalam kandungan akibat kekurangan nutrisi dalam jangka panjang.
  • Orang tua memiliki perawakan pendek.
  • Berat badan stagnan selama kehamilan.
  • Orang tua memiliki tingkat pendidikan rendah.
  • Memberikan makanan pendamping ASI yang tidak berkualitas.
  • Orang tua memiliki tingkat ekonomi rendah atau miskin.
  • Tinggal di lingkungan dengan akses air bersih yang sulit didapatkan.

Sementara pada anak, risikonya semakin tinggi jika:

  • Ditelantarkan oleh orang tua.
  • Tidak mendapatkan ASI eksklusif.
  • Pengidap penyakit TBC, anemia dan penyakit jantung bawaan.

Ciri-Ciri Anak Stunting

Ciri - ciri anak stunting ditandai dengan postur tubuh pendek dan jauh berbeda dengan anak seusianya. Apakah dampak dari stunting? Untuk mengetahui lebih jelas, bisa dilihat dari gejala berikut:

    1. Berat badan anak lebih rendah ketimbang anak seusianya.
    2. Pertumbuhan tulang terhambat, sehingga tulang tampak lebih pendek.
    3. Mudah terpapar penyakit.
    4. Mengalami gangguan belajar, seperti kurang fokus atau nilai yang rendah.
    5. Mengalami gangguan tumbuh kembang, terutama dalam fisik.

  • Jika anak mengidap penyakit kronis (penyakit TBC, anemia dan penyakit jantung bawaan), gejala stunting bisa terlihat dari:
    1. Fisik yang kurang aktif bergerak.
    2. Mengalami batuk kronis, demam dan keringat berlebih di malam hari.
    3. Sianosis, yaitu tubuh anak berubah warna jadi kebiruan ketika menangis.
    4. Sering lemas dan tampak tak bertenaga.
    5. Sesak napas.
    6. Clubbing finger, yaitu ujung jari atau kuku berbentuk seperti bagian belakang sendok (melebar dan menekuk).
    7. Bayi enggan disusui.

Apakah Semua Balita Pendek Pasti Stunting?

Menurut Kementerian Kesehatan RI, tidak semua balita pendek itu masuk ke dalam kategori stunting. Sebab, tubuh yang pendek juga bisa dikarenakan faktor genetik atau mengalami gangguan hormon pertumbuhan. Namun, anak yang stunting sudah pasti pendek.  

Stunting adalah kondisi ketika anak mengalami keterhambatan pertumbuhan, sehingga masalah yang dialaminya tidak hanya soal pendek tetapi juga kekurangan gizi.

Anak stunting bisa mengalami pertumbuhan otak yang tidak maksimal, sehingga tidak bisa mengalami perkembangan sehat selayaknya anak seusianya. Pun, anak dengan stunting berisiko mengalami gangguan kesehatan lain. Contohnya seperti diabetes dan gangguan jantung. 

Diagnosis Stunting

Sebelum mendiagnosis stunting, dokter akan bertanya seputar jenis makanan yang diberikan pada Si Kecil, riwayat pemberian ASI, kondisi kesehatan selama hamil maupun pasca melahirkan, sampai lingkungan di sekitar tempat tinggal. 

Hal ini penting dokter ketahui karena stunting bisa terjadi akibat banyak faktor, mulai dari pola makan yang tidak tepat, kondisi ibu selama kehamilan sampai sanitasi di area tempat tinggal.

Kemudian, dokter melanjutkannya dengan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda-tanda stunting pada anak. Caranya dengan mengukur berat dan tinggi badan, lingkar kepala, serta lingkar lengan.

Jika tinggi badan berada di bawah garis merah kurva pertumbuhan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ini bisa mengindikasikan adanya stunting. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan penunjang seperti berikut ini untuk memastikan diagnosis :

  • Tes darah. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi gangguan kesehatan, seperti TBC, infeksi kronis atau anemia
  • Tes urine. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi sel darah putih di dalam urine yang bisa menjadi tanda infeksi.
  • Pemeriksaan feses. Ini dilakukan guna memeriksa infeksi parasit atau intoleransi laktosa.
  • Ekokardiografi atau USG jantung. Tindakan ini bisa mendeteksi penyakit jantung bawaan pada bayi.
  • Foto Rontgen Dada. Fungsinya untuk melihat kondisi jantung dan paru-paru.
  • Tes Mantoux. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis penyakit TBC yang bisa menyebabkan stunting pada anak.

Pengobatan Stunting

Pengobatan stunting dilakukan sesuai dengan penyebab yang mendasari. Apakah anak stunting bisa sembuh? Stunting tidak dapat disembuhkan bila sudah melewati batas usia balita. Namun intervensi nutrisi dan medis lainnya dapat membantu kondisi anak tidak semakin parah.

Berikut tindakan untuk menangani stunting:

  • Pemberian obat-obatan anti tuberkulosis jika anak mengidap TBC.
  • Melakukan terapi awal seperti pemberian makanan bernutrisi dan bergizi. 
  • Memberikan nutrisi tambahan, termasuk protein hewani, lemak dan kalori.
  • Pemberian suplemen, termasuk vitamin A, zinc, zat besi, kalsium dan yodium
  • Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
  • Memberikan imunisasi dasar dan tambahan untuk membangun sistem imun tubuh, sehingga terhindar dari berbagai penyakit. 

Program untuk Mencegah Stunting

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting, di antaranya:

1. Masa kehamilan

Pencegahan stunting pada masa kehamilan bisa dilakukan dengan beberapa cara. Pemeriksaan kehamilan secara berkala, mengonsumsi makanan tinggi kalori, protein dan mikronutrien selama kehamilan, melakukan pemeriksaan guna mendeteksi penyakit, dan menjalani proses persalinan di fasilitas kesehatan. 

2. Masa balita

Pada program pencegahan stunting di usia balita bisa dimulai dari pemantauan kesehatan pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh di awal kehidupannya. 

Lalu, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita serta menstimulasi perkembangan anak sejak dini. Di samping itu, penting juga untuk melakukan imunisasi yang diterapkan oleh pemerintah, agar anak terlindungi dari berbagai penyakit. 

3. Fase remaja putri

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dalam “Anemia pada Remaja Putri Berisiko Tingkatkan Stunting”, remaja yang mengidap anemia berpeluang menderita anemia saat hamil (setelah menikah). Jika tidak ditangani maka berisiko terjadinya pendarahan saat persalinan, bayi berat badan rendah, dan akhirnya melahirkan bayi stunting. 

Pemberian makanan bergizi yang kaya zat besi, vitamin B12, dan asam folat sangat penting untuk mengatasi anemia dan mencegah stunting. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan penanganan medis yang sesuai. Tujuannya untuk mengidentifikasi dan mengatasi anemia pada remaja secara dini.

4. Gaya hidup sehat

Gaya hidup sehat memiliki peran yang penting dalam mencegah stunting pada anak-anak. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah menerapkan pola makan seimbang untuk ibu dan anak, pemberian vaksinasi yang rutin dan cek kesehatan, serta membiasakan aktivitas fisik. 

5. Pemberian makanan tambahan di usia 6 – 24 bulan

Makanan tambahan yang diberikan diutamakan berbasis protein hewani. Ikan, ayam, daging, dan susu baik untuk memperbaiki kondisi stunting pada anak.

6. Edukasi mengenai pernikahan dan mencegah pernikahan dini

Pernikahan dini bisa memicu terjadinya stunting. Mengapa begitu? Sebab, pernikahan dini bisa berdampak pada kesehatan ibu yang pada akhirnya menyebabkan kehamilan berisiko. 

Ibu berusia 18 tahun ke bawah memiliki pemahaman yang kurang terkait kesehatan reproduksi dan pengasuhan anak. Sehingga kondisi ini berisiko terhadap stunting pada anak.

7. Konseling gizi

Program konseling gizi biasanya dilakukan di puskesmas dan rumah sakit daerah. Program ini sebagai bentuk pembekalan pengetahuan mengenai gizi yang sehat untuk keluarga. Ini termasuk peningkatan akses kesehatan bumil dan menyusui serta penyediaan makanan sehat untuk bumil, balita, dan anak sekolah.

Komplikasi Stunting

Komplikasi stunting yang tidak segera mendapat penanganan bisa memicu munculnya beberapa kondisi, seperti:

  • Gangguan perkembangan otak.
  • Penyakit metabolik, seperti obesitas dan diabetes.
  • Anak rentan mengalami penyakit dan infeksi.